Sunday, January 3, 2010

Gaya Bahasa Bertutur dalam Penggunaan Sindiran

Gaya bahasa atau style diturunkan dari kata Latin stilus, yaitu semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat untuk mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada lempengan tadi. Kalau pada waktu penekanan dititikberatkan pada keahlian indah. Maka, style lalu berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau mempengaruhi kata-kata secara indah. (dalam Keraf, 2006:112)
Dengan perkembangan masalah gaya bahasa atau style dalam kebahasaan, tentunya bagian-bagian ini tidak terlepas dari diksi atau pilihan kata yang menjadi persoalan. Karena, jangkauan bahasa sangat luas dari kata, frase, klausa, kalimat, dan bahkan wacana dari keseluruhan. Bahkan, nada yang ada dalam wacana itu juga sebagian dari gaya bahasa.

Ada dua aliran yang terkenal yang sudah mengembangkan sendiri teori-teori style, yakni orang Yunani. Yang pertama aliran Platonik, menganggap style sebagai kualitas suatu ungkapan; menurut mereka ada ungkapan yang memiliki style ada juga yang tidak memiliki style. Sedangkan, aliran Aristoteles, menganggap bahwa gaya adalah suatu ungkapan yang inheren, yang ada dalam ungkapan.

Dengan demikian, aliran Plato mengungkapkan bahwa ada karya yang memiliki gaya dan ada karya yang sama sekali tidak memiliki gaya. Sebaliknya aliran Aristoteles, mengatakan bahwa karya memiliki gaya, tetapi ada karya yang memiliki karya tinggi ada yang rendah, ada karya yang memiliki gaya yang kuat ada yang lemah, ada yang memiliki gaya yang baik ada yang memiliki gaya yang jelek. (dalam Keraf, 2006:112-113)
Dari penjelasan di atas, gaya bahasa atau style adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis. (Keraf, 2006:113). Ada pula yang mengartikan menurut Dekdikbud (1193:297) gaya bahasa yakni, i. Pemanfaatan atas kekayaan bahasa seseorang dalam bertutur dan menulis, ii. Pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, iii. Keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra, iv. Cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan atau lisan. (dalam Pateda, 2001:233) Jadi, gaya bahasa adalah cara seseorang untuk mengungkapkan sesuatu dalam bentuk tulisan atau lisan yang keseluruhannya mempunyai maksud tersendiri.
Untuk membedakan gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur berikut : kejujuran, sopan-santun, dan menarik.


a. Kejujuran
Kejujuran dalam kehidupan dapat bermanfaat bagi kita dan orang lain. Terkadang orang lain meminta berbuat sebaliknya dari itu. Maka, jalan lain bagi mereka melakukan hal-hal yang tidak mengindahkan kejujuran akan timbul sifat yang tidak ingin kita lakukan (ketidakjujuran).
Begitu pula dalam pemakaiaan kata-kata, pemakaiaan kata-kata yang panjang dan berbelit-belit adalah jalan mengundang ketidakjujuran. Penutur menggunakan kata-kata yang panjang dan berbelit-belit sebagai ungkapan untuk menyembunyikan maksud-maksud yang diungkapkan untuk mengelabui mitra tutur dalam berkomunikasi. Dengan demikian, bahasa adalah alat untuk bertemu dan bergaul.


b. Sopan-Santun
Yang dimaksud dengan sopan-santun adalah memberi penghargaan atau menghormati orang yang diajak bicara, khususnya pendengar atau pembaca. Maksudnya, gaya bahasa dalam menyampaikan sesuatu harus melalui kejelasan dan kesingkatan.
Jelas berarti tidak membuat pembaca atau pendengar membuka kamus untuk mencari tahu apa yang ditulis atau dikatakan. Sedangkan kesingkatan sebagai usaha untuk mempergunakan kata-kata secara efisien dengan tidak menghambur-hamburkan kata. Dengan demikian kejelasan dan kesingkatan sebagai ukuran sopan-santun.


c. Menarik
Sebuah gaya bahasa yang menarik dapat diukur melalui beberapa komponen yaitu : variasi, humor yang sehat, pengertian yang baik, tenaga hidup (vitalitas), dan penuh daya khayalan (imajinasi).
Dalam penggunaan variasi seorang penulis perlu memiliki kekayaan dalam kosa kata, memiliki kemauan untuk mengubah panjang-pendeknya kalimat, dan strukturstruktur morfologis. Humor yang sehat berarti : gaya bahasa itu mengandung tenaga untuk menciptakan rasa gembira dan nikmat. Vitalitas dan daya khayal adalah pembawaan yang berangsur-angsur dikembangkan melalui pendidikan, latihan, dan pengalaman.
Sesuai dengan batasan masalah gaya bahasa sindiran akan dijelaskan sebagai berikut :


2.4.1 Ironi
Ironi diturunkan dari kata eironeia yang berarti penipuan atau pura-pura. Yang dimaksudkan ironi atau sindiran adalah suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata-katanya. (Keraf, 2006:143)
Sebagai bahasa kiasan, ironi tidak hanya ditafsirkan dari sebuah kalimat saja, tetapi juga harus diturunkan dari sebuah uraian. Maka dari itu, pembaca apabila tidak kritis dalam menafsirkan sebuah ironi maka akan bertentangan dengan apa yang dimaksud penulis atau berada dengan apa yang dimaksud pembaca kritis.
Dengan demikian, untuk memahami semacam itu pembaca atau pendengar harus meresapi dalam baris atau nada-nada suara, bukan hanya pada uraian itu saja, dan pembaca harus berhati-hati dalam batas antara perasaan dan artinya. Misalnya,
- Tidak diragukan lagi bahwa andalah orangnya, sehingga semua kebijaksanaan terdahulu harus dibatalkan seluruhnya !
- Saya tahu anda adalah seorang gadis yang paling cantik di dunia ini yang perlu mendapat tempat terhormat !


2.4.2 Sinisme
Sinisme diturunkan dari nama suatu aliran filsafat Yunani yang mula-mula mengajarkan bahwa kebajikan adalah satu-satunya kebaikan, serta hakikatnya terletak dalam pengendalian diri dan kebebasan. Tetapi kemudian menjadi kritikus yang keras atas kebiasaan-kebiasaan sosial dan filsafat-filsafat lainnya.
Jadi, sinisme adalah suatu sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan dan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. (Keraf, 2006:143) Apabila contoh diatas diubah, maka akan dijumpai gaya yang bersifat sinis yakni :
- Tidak diragukan lagi bahwa andalah orangnya, sehingga semua kebijaksanaan akan lenyap bersamamu !
- Memang anda adalah seoarng gadis tercntik di Seantero jagad raya ini yang mampu menghancurkanm seluruh jagad raya ini.


2.4.3 Sarkasme
Kata sarkasme diturunkan dari kata Yunani, sarkasmos. Yang lebih jauh diturunkan dari kata kerja sakasein yang berarti “merobek-robek seperti anjing”, “menggigit bibir karena marah” atau ‘berbicara dengan kepahitan”. Jadi, sarkasme adalah suatu acuan yang lebih kasar dari ironi dan sinisme. (Keraf, 2006:143)
Maka dari itu, sarkasme dalam pengucapannya dapat bersifat ironis, dapat juga tidak. Tetapi yang jelas adalah gaya bahasa yang sangat kasar dan selalu menyakiti hati bagi mitra tutur. Misalnya :
- Mulut kau harimau kau.
- Lihat sang raksasa itu (maksudnya si cebol)
- Kelakuanmu memuakkan saya.

No comments:

Post a Comment